
Israel Adesanya akhirnya buka suara tentang salah satu penyesalan terbesar dalam kariernya — kekalahannya dari Sean Strickland di UFC 293. Menariknya, sang mantan juara kelas menengah itu mengungkap bahwa Dana White sebenarnya sudah memperingatkannya jauh sebelum laga itu terjadi.
Dalam sebuah episode terbaru dari podcast Young Man Ramble, Adesanya menceritakan kembali percakapan yang kini terasa seperti ramalan yang menjadi nyata.
“Saya bersikeras harus bertarung di Sydney. Sudah terlalu lama saya tidak tampil di bagian dunia itu,” kata Adesanya. “Tapi Dana bilang ke saya, ‘Dengar, Nak. Uangmu sudah cukup. Ambil waktu untuk istirahat sebentar.’”
Tapi Adesanya, dengan semangat bertarung yang selalu membara, menolak saran tersebut. Ia memilih jalan yang penuh tantangan. Hasilnya? Kekalahan telak dari Strickland yang tak hanya merebut sabuk juaranya, tapi juga mengawali masa sulit dalam kariernya — tiga kekalahan beruntun yang belum pernah ia alami sebelumnya.
“Kalau dipikir-pikir, mungkin Dana memang benar. Tapi saya juga percaya, kesulitan itu adalah hak istimewa,” ungkapnya, mencoba melihat sisi positif dari keterpurukan itu.
Jalan Terjal Sang “Stylebender”
Sejak malam kelam di Sydney, karier Adesanya tidak lagi sama. Di UFC 305, ia mencoba bangkit dan merebut gelar untuk ketiga kalinya, namun harus mengakui keunggulan Dricus du Plessis. Belum selesai, Adesanya kembali tersungkur dalam laga non-gelar melawan Nassourdine Imavov pada Februari lalu — kekalahan non-gelar pertamanya sejak 2019.
Kini di usia 35 tahun, Adesanya tak lagi gegabah. Ia mulai selektif dalam memilih lawan, menyadari tubuhnya tak bisa terus dipaksa seperti dulu. Namun ada satu nama yang tetap menghantuinya — Sean Strickland.
Rencana Balas Dendam Pribadi
Saat berbincang dengan petarung sekaligus juara bantamweight Sean O’Malley, Adesanya ditanya apakah ia masih menginginkan laga ulang melawan Strickland. Jawabannya jelas:
“Tentu saja. Itu ada di daftar saya. Tapi bukan untuk membuktikan ke siapa pun. Itu untuk saya sendiri.”
Menurutnya, pertarungan ulang dengan Strickland bukan soal sabuk atau publik, melainkan penutup cerita yang belum tuntas. Adesanya ingin memastikan, jika ia kalah lagi, itu terjadi dalam kondisi terbaiknya.
“Saya hanya ingin tahu… apakah dia bisa mengalahkan versi terbaik dari saya? Kalau iya, ya sudah. Saya bisa terima,” tutupnya.
Cerita ini bukan hanya tentang kemenangan dan kekalahan, tapi soal refleksi diri dan kedewasaan seorang petarung. Dari seorang juara yang tak terkalahkan, hingga sosok yang kini belajar menghargai jeda dan proses penyembuhan. Israel Adesanya, dengan segala kejatuhannya, tetap menunjukkan mengapa ia adalah salah satu ikon terbesar di dunia MMA.