
Jakarta – Perjalanan Dustin Poirier di dunia Mixed Martial Arts (MMA) resmi berakhir. Meski tidak meraih sabuk juara dunia, Poirier tetap menjadi figur yang dihormati dan dikagumi banyak penggemar berkat dedikasi dan semangat juangnya.
Pada pertarungan terakhirnya di UFC 318 yang berlangsung di Smoothie King Center, Louisiana, AS, Dustin menghadapi Max Holloway. Dalam duel yang berlangsung sengit, Poirier harus mengakui keunggulan Holloway melalui keputusan bulat juri (47-48, 46-49, 46-49). Kekalahan ini menjadi catatan akhir dari karier profesionalnya di UFC, dengan rekor 30 kemenangan, 10 kekalahan, dan satu hasil no contest.
Momen Bersejarah dan Penghargaan Non-Juara
Selama berkarier, Dustin pernah meraih gelar BMF (Baddest Motherfucker) dan sabuk interim kelas ringan UFC. Ia tiga kali berusaha merebut sabuk juara utama kelas ringan, namun belum berhasil mengalahkan petarung tangguh seperti Khabib Nurmagomedov, Charles Oliveira, dan Islam Makhachev.
Meski demikian, Dustin tetap dikenal sebagai petarung yang selalu tampil dengan gaya bertarung yang menarik dan penuh semangat. Ia pernah menghantam Conor McGregor sebanyak dua kali dan bahkan pernah membuat wajah Islam Makhachev sobek akibat serangannya.
Lebih dari Sekadar Juara di Octagon
Dustin bukan hanya dikenal karena performa di arena, tetapi juga karena dedikasinya di luar ring. Ia aktif mendirikan dan menjalankan The Good Fight Foundation, sebuah yayasan yang fokus membantu masyarakat kurang mampu, terutama di Afrika. Melalui yayasan ini, Dustin pernah menyumbangkan kaus yang dilelang Khabib Nurmagomedov senilai 100 ribu USD (Rp 1,6 miliar), serta menyumbang 20 ribu USD (Rp 326 juta) untuk masyarakat di Brasil.
Perjalanan Hidup yang Menginspirasi
Hidup Dustin penuh liku. Semasa remaja, ia mengalami berbagai masalah, termasuk putus sekolah, masuk penjara karena terlibat narkoba, dan kecanduan alkohol. Namun, MMA menjadi titik balik dalam hidupnya. Ia memulai debut profesional di usia 20 tahun dan secara perlahan memperbaiki kualitas hidupnya.
Seiring waktu, Dustin mulai menata hidupnya dan mendirikan yayasan sebagai bagian dari usaha memberikan manfaat bagi sesama. Ia mengaku bahagia menjalani hidup tanpa gelar juara dunia, karena baginya, perjalanan dan proses yang dilalui jauh lebih berharga.
Dalam wawancara dengan ESPN, Dustin menyatakan, “Saya bahagia tanpa gelar juara karena saya mengejar mimpi dan berjuang untuk keluarga. Semua proses ini membuat saya menjadi seperti sekarang. Sabuk juara mungkin keren, tapi perjalanan dan pengalaman yang saya jalani jauh lebih bermakna.”
Dustin Poirier membuktikan bahwa menjadi seorang ‘raja’ tidak selalu harus dengan gelar dan sabuk. Dedikasi, keberanian, dan kepeduliannya terhadap sesama membuatnya menjadi sosok yang dihormati dan dikenang. Ia adalah contoh nyata bahwa keberhasilan sejati tidak selalu diukur dari apa yang kita raih di dalam ring, melainkan dari dampak positif yang kita berikan kepada orang lain.